19 Mei 2009

wisata ke Pulau Samalona sama saya

Kali ini, kembali saya mengadakan perjalanan. Ya, perjalanan. Bukankah hidup ini sebuah perjalanan? Perjalanan kali ini berbeda dengan perjalanan sebelumnya. Kali ini bukan sekadar keliling kota. Kami (ya, “kami” karena beramai-ramai) keluar Pulau Sulawesi, menuju gugusan pulau kecil di sekitar Pulau Sulawesi. Yah, semacam Kepulauan Seribu bagi Jakarta.

Tujuan kami kali ini ke Pulau Samalona. Pulau Samalona berjarak sekitar 20 menit perjalanan laut menggunakan perahu bermesin tempel. Cukup mahal kami menyewa perahu. Untuk menyewa dua buah perahu saja, kami menghabiskan Rp650.000,00. Mungkin kami kurang bisa menawar. Sebagai informasi, rekan-rekan saya bisa menyewa sekitar 280-300 ribu per perahu. Saran pertama saya, pintar-pintar lah menawar.

Berangkat lah kami berenam belas. Ya, enam belas orang dalam dua perahu, atau delapan kepala per perahu. Perahu tidak bisa diisi lebih dari sepuluh jiwa, karena terlalu berisiko. Perjalanan yang cukup menyenangkan. Hembusan angin laut, kapal patroli polisi perairan, dan ternyata, air laut di sini sama-sama asin. Heran juga saya, di mana-mana air laut rasanya kok sama ya?

Tibalah kami di Pulau Samalona. Pasir putih, biru dan beningnya air laut, rindangnya pepohonan, menyambut kami. Turun dari perahu, kami disambut penjual jasa rumah singgah. Sedikit cerita menarik, penjual jasa yang ibu-ibu sempat marah dengan saya, ya saya sendiri. Masalahnya, waktu ditawari, saya diam saja. Bukan apa-apa, saya tidak paham bahasa si Ibu. Soalnya dia bicara dalam bahasa lokal. Sedangkan saya ngiseng sekede-sekede (hanya tahu sedikit saja) bahasa Makassar. Saran kedua saya, kalau Anda tidak bisa bahasa lokal, gunakanlah logat asli Anda, agar mereka paham, Anda bukan penduduk lokal.













Setelah bernegosiasi, tercapailah kata sepakat kami menyewa rumah singgah Rp200.000,00. Rumah itu kami gunakan untuk meletakkan barang-barang bawaan kami. Tidak menunggu lama, saya segera mencari persewaan alat snorkling. Biaya sewa hanya Rp20.000,00 per sepuasnya. Segera ganti baju, celana, pasang alat snorkling, nyebur. Asyik juga snorkling. Benar-benar menyatu dengan alam. Ikan-ikan kecil hilir mudik, terumbu karang (yang sayangnya) rusak, air jernih tapi asin, sinar matahari cerah membakar kulit. Semakin ke tengah, semakin indah saja, ikan-ikan lebih banyak, terumbu karang mulai indah, lebih dalam. Namun tidak saya teruskan. Sederhana saja, saya tidak ingin kesasar ke Kalimantan.
Acara selanjutnya, berjemur. Memanaskan kulit hitam saya agar lebih hitam, tanpa manis. Bermain pasir, dan (lagi-lagi) asin air laut. Dan, akhirnya berkeliling pulau. Tak disangka tak dinyana, ternyata ini pulau kecil sekali. Hanya seluas 2-3 lapangan sepakbola. Cukuplah waktu 5-10 menit keliling pulau nan indah ini.

Pulau Samalona, dimiliki oleh tujuh orang leluhur. Nama-namanya saya tidak hapal. Sekitar 30-40 KK mendiami pulau ini. Tiada kendaraan bermotor, jalan aspal, dan keramaian. Hanya desir ombak dan angin laut membelai lembut pulau kecil ini.
Selesai berkeliling, mandi. Ternyata, mandi juga dengan air tawar tapi asin alias payau. Sama saja, masih asin juga. Baru sadar ternyata, kulit saya memerah karena terbakar. Saran ketiga saya, pakailah sunblock, bagi Anda yang memedulikan penampilan.

Di pulau ini, hanya ada satu warung makan. Dan, sayangnya lagi, makanan yang dijual hanya mie instan. Kalau Anda ingin makan “normal”, siapkan uang Rp200.000,00 pengganti biaya masak ikan bakar. Terlalu mahal bagi turis lokal seperti kami. Saran keempat saya, bawalah makanan dari Makassar, bagi Anda yang ingin lebih hemat.

Siang sampai sore, sambil menunggu perahu jemputan datang, kami habiskan waktu menikmati hembusan angin di sisi timur pulau ini, sisi yang menghadap Teluk Losari, Makassar. Sekitar pukul 15.00 WITA, perahu penjemput kami datang, dan menyarankan untuk segera pulang, karena angin semakin kencang, dan pasang semakin tinggi. Jika Anda ingin menikmati sunset dan sunrise, saran kelima saya, datanglah pada siang selepas tengah hari, lalu bermalam, dan kembali ke Makassar keesokan harinya.










Perjalanan yang menyenangkan, pengalaman baru, petualangan baru menjelajahi dunia bawah air. Maaf, tidak ada dokumentasi untuk alam bawah air. Kebetulan baterai camdig saya sedang habis saat itu. Hanya sempat mengabadikan lingkungan pantai saja.

Pulau Samalona, Pulau Wallpaper











Ke mana lagi ya, setelah ini?

11 komentar:

muam_disini mengatakan...

wah..senangnya kau bisa berjalan-jalan...
gak papa kalo kau nyasar ke kalimantan...
pergi saja ke samarinda..

wahahaha..

gile nih..blm apa2 udah wisata melulu..
hehehe....

T. Wahyudi mengatakan...

Wah... mantap nih mas... berjalan-jalan terus... kok gak ngajak-ngajak.... he.....

sukses deh mas dimas... jangan lupa oleh-olehnya aja.... he....

habibie reza mengatakan...

Wah, Pak Dimaz plesir terus.. Asli mantep alam-mu. Kali lain aku diajak ya, :)

Oh iya, iya dim, udah dofollow! :D

Dimaz Okky Primandita mengatakan...

@ muam_disana :
Ya, karena belum apa-apa itulah, saya jalan-jalan. Nanti kalau sudah sibuk kan, susah jalan-jalannya. :)
Bagaimana di Samarinda? Saya tunggu ceritanya, lho.

@ Mas Tri :
Wah, kok Mas Tri nggak bilang dari kemarin. Tau gitu saya ajak. Hehe,,
Oleh-olehnya tunggu saja Mas Tri. Untuk sementara, oleh-olehnya dalam bentuk cerita dulu. :)

@ Pak Reza :
Jangan sampai tidak punya kenangan Pak Reza. Sudah jauh-jauh, sayang sekali kalau tidak dijelajahi.
Ini baru di Sulawesi Selatan Pak Reza. Masih ada Sulawesi Barat yang menanti. Hehehe....

firza abdi mengatakan...

Enak neh jalan2 ke pulau, jadi ingat pas SMA dulu pergi ke pulau terdekat hanya naek sampan kecil ampe mabuk laut :D

Samarinda mengatakan...

Menarik lho...

Aku suka laut...tapi klo dari fhotonya di atas...weeh panas kali yaaa...

Klo sewa perahu dgn seabrek org begitu...masih murah dong....

Salam kenal....

Dimaz Okky Primandita mengatakan...

@ Mas Firza :
Wah, senang sekali Mas, bisa sering jalan-jalan ke pulau ya. Apalagi naik sampan kecil. Asik sekali, memacu adrenalin. Kepengen juga saya. :)

@ Samarinda :
Salam kenal juga sebelumnya.
Yah, namanya laut, apalagi kalau sedang cerah memang panas sekali.
Tidak heran banyak turis yang berjemur.

candradot.com mengatakan...

waduh mas jalan-jalan terus kayaknya..hehehe..
jauh2 lagi..
saya paling jauh cuma sampe kuta Bali.
wes...tok til..gak kemana-mana
itu juga karena kerja disana hehe.

salam kenal ya mas,,
sukses mas dimaz

Dimaz Okky Primandita mengatakan...

@ Mas Candra :
Sebelumnya, selamat datang Mas Candra.
Salam kenal juga.

Yah, ini mumpung masih sempat Mas. Besok-besok kalau sudah sibuk tidak yakin masih bisa jalan-jalan. :)

Kuta ya? Saya juga pernah ke sana. Waktu SMA, biasa, piknik.
hehehe.

Ini malah sedang bingung mencari obyek baru Mas.
Terlalu cepat sih jalan-jalannya. Kaya ga ada jeda. ^_^

Sukses juga buat Mas Candra.
Langsung saya link Mas.

Dimaz Okky mengatakan...

Hehehe, senang sekali saya bisa jalan-jalan. Tak apa Nouris, tak ada laut. Bukankah masih ada Gunung Dempo?
;)

mobil mengatakan...

serius keren bgt tempatnya sunyi senyap gitu tapi menyejukan hati.. pulau terpencil sih ya? benar2 membangkitkan imajinasi.. keren2 tapi makannya ga terjamin ya di sana hikshiks =_=

tapi serius tempatnya indah bgt,saia masukin ke list tempat buat jalan2 saia... THx infonya ya n_nv

Posting Komentar